Karena sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan…”(Q.S. Al Insyirah : 5-6)
Darimana aku harus memulai menulisnya ya, kenangan yang luar biasa, dan subhanallah.. Maha Besar Allah dengan segala takdirNya… Sekitar 23 bulan yang lalu, Saat ucapan akad nikah itu dia ucapkan didepan orang tuaku.. ketika itu aku merasa bahwa statusku telah berubah menjadi seorang istri dari suami yang soleh dan baik..
Darimana aku harus memulai menulisnya ya, kenangan yang luar biasa, dan subhanallah.. Maha Besar Allah dengan segala takdirNya… Sekitar 23 bulan yang lalu, Saat ucapan akad nikah itu dia ucapkan didepan orang tuaku.. ketika itu aku merasa bahwa statusku telah berubah menjadi seorang istri dari suami yang soleh dan baik..
Hari-hari
yang kami lalui itu selalu dengan syukur pada Illahi Rabbi… Ya Allah
terima kasih, engkau telah mengirimkan padaku seorang suami yang sabar,
rendah hati, dan sangat menyayangiku..
Subhanallah, Allahu Akbar.
Hari-hari kami lalui dengan penuh kebahagiaan dan penuh senyuman juga
harapan. Kami susun lembaran rencana hidup kami yang akan kami
lakukan..
Hm..hm..2 bulan setelah menikah, tepatnya Bulan Syawal
tahun 2006, pagi itu terasa pusing sekali diriku, terasa
berkunang-kunang. Ternyata, alhamdulillah Allah menitipkan janin kecil
pada kami. Subhanallah, ada janin kecil dalam rahimku..
Allahu
akbar, hari-hari kami lalui dengan semangat yang membara, karena
sebentar lagi akan lahir putra kami.. hm.. hm.. rasanya tak sabar
menunggunya.. Kami berdua tetap beraktivitas seperti biasa, kuliah S2
kami tetap kami lalui. Karena kami memang punya kewajiban untuk
menyelesaikan S2 kami masing-masing…
Tak terasa, kehamilan 6 bulan tiba..hm.. Badanku sudah mulai gemuk, tetapi belum begitu gemuk kata teman-temanku..
Tiba saatnya suami tercinta bertolah ke Netherland, untuk melanjutkan
S2nya. Rasanya begitu berat, ditengah kehamilan yang menginjak usia 6
bulan, 3 bulan lagi saatnya untuk melahirkan.. tetapi bagaimanapun juga
dalam pikiranku, aku hanya ingin melihat suami tercinta berhasil dalam
hidup dan kuliahnya. Dengan penuh suka cita dan linangan air mata aku
melepas kepergiannya di Bandara Adisucipto..
Ujian pernikahan kami
tidak sampai disini, suamiku ternyata mendapatkan sedikit ujian tentang
penerbangannya. Dia harus “delay” satu hari di Malaysia. Dengan anakku
yang masih ada diperutku, aku mencoba mengurus tiket penerbangan
suamiku.. Hm..ditengah kelelahan yang menderam ternyata ada kepuasan
batin ketika dengan keikhlasan membantu sang suami tercinta. Semoga
Allah meridhoi langkah ini, menjadikan pahala atasku untuk berkhidmat
kepada suami tercinta..
Hari-hari di Netherland, terasa begitu lama.
Komunikasi lewat handphone dan yahoo messenger merupakan cara kami
untuk tetap berkomunikasi, walau memang pulsa membengkak, tetapi tidak
jadi masalah bagi kami. Beliau selalu bilang “De, insya Allah ada
gantinya sayangku..”.
Linangan airmata kerinduan untuk bertemu
dengan suami terus mendera, akan tetapi semangat untuk mendukungnya,
untuk memberikan motivasi padanya mengalahkan segala kelelahan.
Bulan Juni tiba, ujian S2 ku segera digelar sambil menunggu kehadiran
suami tercinta dari negeri orang. Hari-hari terus menunggu
kepulangannya, hingga tanggal 26 Juni tiba. Saat itu aku selesai ujian
semenster 2 S2 ku, pulang jam 5 sore. Bahagia sekali, insya Allah nanti
malam berjumpa suami tercinta.
Alhamdulillah, “sayangku, insya
Allah nanti malam ketemu Ayah..” jam 20.30 aku bertolak ke Bandara
untuk menjemput suami tercinta. Alhamdulillah, airmata ini menetes
ketika melihat beliau memelukku, mencium keningku tanda kerinduan yang
terpendam. Subhanallah, rasanya bahagia sekali ketika berjumpa
dengannya setelah terpisah 3 bulan lamanya.
Hm..hm..rasa lelah
mendera kami berdua, malam itu seolah cerita tiada habisnya.
Alhamdulillah, mas bisa menunggu putra kita lahir di dunia, insya
Allah. bahagianya rasanya kembali bisa berkumpul dengan suami..
Keesokan paginya, suami mohon ijin untuk istirahat ditengah
kelelahannya dari Belanda. Tetapi, jam 08.30 pagi…aku bilang “mas,
kayaknya kita harus ke rumah sakit..” Tiba-taba air ketubanku pecah, dan
panik…tetapi dengan ketenangan suamiku, akhirnya kami ke Rumah Sakit
Ibu dan Anak untuk bersalin..
Alhamdulillah sudah bukaan 1. Tetapi
ketuban itu terus dan terus keluar, hingga pukul 11.30 alhamdulillah
sudah bukaan 8, kemudian jam 12.30 alhamdulillah bukaan 10. Persalinan
dijelang, aku masuh ruang persalinan ditungguin oleh suami tercinta.
beliau tak hentinya melafadzkan dzikir sambil memegang erat tanganku
yang sedang berusaha untuk melahirkan. Sampai jam 15.30 anakku juga
belum lahir.. Kami masih berusaha sekuat tenaga untuk proses persalinan
normal.
Suamiku tak henti-hentinya meneteskan airmata ketika
melihatku melalui proses persalinan. Dokterpun masuk mengontrol kami,
kemudian hati kami berdua dikejutkan dengan kata-kata “Denyut
jantungnya melemah,..” tetapi kekuasaan Allah, 5 menit kemudian
diperiksa alhamdulillah normal. Kemudian pukul 16.00 diputuskan untuk
operasi caesar. Dan kamipun menyanggupinya.
Alhamdulillah jam 16.45 putra kami lahir, laki-laki dan kami beri nama
Asfarizal Abdurrahim Fadiyya Alfauzan. Alhamdulillah, hidupnya mancung
seperti ayahnya, hampir semuanya mirip ayahnya. Suamiku menangis tak
henti-henti…. bersyukur kepada Allah, setiap hari beliau melantunkan
hafalan surat-surat dalam AlQuran, juz 29 yang sering ia bacakan
untukku dan putraku dengan hafalan beliau.
Kebahagiaan menyelimuti kami berdua, dan putra kami ajak untuk kuliah S2..
Alhamdulillah suami hampir selesai S2, dan Allah memberikan kemudahan
baginya untuk S3. Akan tetapi sebelum bulan November beliau harus
selesai S2nya. Ditengah kesibukan kami sebagai orang tua baru, kami
harus bekerja sama untuk menyelesaikan S2 suamiku. Alhamdulillah sesuai
dengan rencana.
Tiap malam aku menemaninya dan membantunya untuk
menyelesaikan S2nya, dan kemudian ditambah lagi dia harus membawa
jurnal yang akan dipresentasikan ke Thailand. Alhamdulillah jurnal
diterima oleh pihak penyelenggara, dan beliau dijanjikan untuk S3 ke
Jepang, Nagoya University apabila beliau bisa menyampaikan paper di
seminar dengan baik.
Hari keberangkatan tiba, tanggal 2 November
2007. dengan sukacita beliau bertolak ke Thailand, dengan ‘sangu” akan
menjadi pembicara disana. Sms demi sms kuterima dengan penuh
kebahagiaan dan sukacita. Alhamdulillah, sang promotor menyetujui
beliau untuk melanjutkan S3 ke Jepang. beliau sms, “Alhamdulillah
istriku tercinta, mas bisa berangkat ke Jepang karena Pak Profesor
menerima pemaparan mas dengan baik, insya Allah”. Alhamdulillah, puji
syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan bagi kami
berdua.
Berita gembira itu masih kusimpan dalam handphoneku, dan
juga semangat yang dia berikan padaku: “Bunda, alhamdulillah kita punya
kehidupan sendiri yang kita bisa bersama berjuang dan meraih impian.
Semangat ya bunda, doa ayah selalu terucap untukmu”. Subhanallah, beliau
sangat menyayangiku, selalu mengobarkan semangat untukku.
Tanggal 4
November, sms demi sms masih kuterima hingga jam 12.45. Kubalas sms
itu dan masuk hingga jam 14.00. kebahagiaan menyelimuti hidup kami, dan
tak kami duga dan tak kami sangka, ternyata Allah punya rencana besar
buat kami.
Jam 15.00 waktu Thailand, suamiku mengalami kecelakaan
speedboad, dan Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, dia berpulang kepada
Allah Sang Maha Pencipta. Kabar itu kuterima jam 21.30 malam, ketika
berita itu disampaikan padaku, aku hanya bisa mengambil air wudhu
kemudian menangis dihadapan Allah, sholat sunnah 2 rokaat untuk
menguatkan hatiku, hingga yang keluar hanyalah “Innalillahi wa inna
illaihi roji’un. Allahuma Ajirnii fii mushibati wakhlufli khoiru
minha…” Ya Allah berilah aku pahala atas ujian ini, ringankanlah ujian
ini, dan gantilah dengan yang lebih baik…”
Linangan airmata tak henti dari mataku, bibirku kelu untuk berucap apapun, aku tak kuasa menahan tangis ketika orang2 mulai berdatangan untuk mengucapkan bela sungkawa padaku. Hanya lantunan “Laa haula wa laa quwwata illa billah” yang mampu aku ucapkan untuk menguatkanku.
Hari senin, aku masih menantikan kepulangan jenazan suami tercinta. Kupenuhi dengan sholat, entah sholat sunah apapun aku usahakan lakukan agar aku tetap khusnudzon sama Allah, begitu berat rasanya hati ini untuk menerima takdir Allah. Putraku masih 4 bulan. Senin, pembicaraan panjang tentang pemulangan suamiku, dan aku menhandle sendiri. Semuanya bermusayawarah denganku tentang kepulangan jenazah suamiku.
Hari selasa tiba, jadwal kepulangan suamiku memang sesuai dengan jadwal kepulangan yang direncanakan. Hanya yang berbeda adalah wujudnya. Dia berpulang dalam keadaan membujur kaku tak berucap sedikitpun. Aku ingin menjemputnya dalam pelukanku, akan tetapi dia sudah dibungkus peti jenazah dengan rapi dan di atasnya adalah surat2 kematian untukku, bukan pesan indah darinya tetapi pesan dari KBRI di Thailand.
Selasa, 6 November 2007, kami keluarga besar beserta tim dari UGM menjemputnya di bandara AdiSucipto. Aku tak mampu untuk meguasai diriku, airmata keluar tak terasa sebagai wujud cintaku padanya. Laa haula walla quwwata tak henti dari bibirku, sambil menggendong putraku aku menyapa suamiku.. “Assalamu’alaikum sayangku, cintaku…Selamat datang suamiku tercinta..” Aku hanya mencium peti jenazahnya, bukan dirinya. Allahu Akbar..
Sampai di rumah duka, peti jenazah dibuka, subhanallah, allahu akbar, suamiku tersenyum di peti jenazah itu. Berulang kali aku mengusap wajahnya, dan air mataku kutahan dengan sekuat tenagaku. Aku menemaninya di dekat peti jenazah suamiku..
Pemakamanpun tiba, aku menemaninya hingga beliau dimasukkan ke dalam liang lahat. Dan itu untuk terakhir kalinya aku memandang suamiku tercinta, tetesan airmata membaasahi pipiku.. Aku tak mampu untuk berucap apapun kecuali lantunan doa untuknya untuk suami tercinta…
Aku pulang dari makam dengan langakh gontai, tetapi aku ingat anakku…
Selamat Jalan suamiku tercinta, semoga Allah mengampunimu.. engkau pergi ke Thailand dalam rangka menuntut ilmu dan menyebarkan ilmu, dan juga memperjuangkan keluargamu dan masa depanmu. Banyak yang mengatakan engkau syahid suamiku, karena engkau meninggal tenggelam.
Suamiku tercinta, selamat Jalan…Semoga Allah mengampuni dosa-dosamu, melapangkan kuburmu, menerangi kuburmu, dan menjadikan kuburmu sebagai bagian dari taman surgaNya.. Aku sangat mencintaimu suamiku..
(Semoga Allah memberikan kekuatan kepada saya dan putra saya untuk melanjutkan perjuangan demi ridhoNya..) Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya …
Linangan airmata tak henti dari mataku, bibirku kelu untuk berucap apapun, aku tak kuasa menahan tangis ketika orang2 mulai berdatangan untuk mengucapkan bela sungkawa padaku. Hanya lantunan “Laa haula wa laa quwwata illa billah” yang mampu aku ucapkan untuk menguatkanku.
Hari senin, aku masih menantikan kepulangan jenazan suami tercinta. Kupenuhi dengan sholat, entah sholat sunah apapun aku usahakan lakukan agar aku tetap khusnudzon sama Allah, begitu berat rasanya hati ini untuk menerima takdir Allah. Putraku masih 4 bulan. Senin, pembicaraan panjang tentang pemulangan suamiku, dan aku menhandle sendiri. Semuanya bermusayawarah denganku tentang kepulangan jenazah suamiku.
Hari selasa tiba, jadwal kepulangan suamiku memang sesuai dengan jadwal kepulangan yang direncanakan. Hanya yang berbeda adalah wujudnya. Dia berpulang dalam keadaan membujur kaku tak berucap sedikitpun. Aku ingin menjemputnya dalam pelukanku, akan tetapi dia sudah dibungkus peti jenazah dengan rapi dan di atasnya adalah surat2 kematian untukku, bukan pesan indah darinya tetapi pesan dari KBRI di Thailand.
Selasa, 6 November 2007, kami keluarga besar beserta tim dari UGM menjemputnya di bandara AdiSucipto. Aku tak mampu untuk meguasai diriku, airmata keluar tak terasa sebagai wujud cintaku padanya. Laa haula walla quwwata tak henti dari bibirku, sambil menggendong putraku aku menyapa suamiku.. “Assalamu’alaikum sayangku, cintaku…Selamat datang suamiku tercinta..” Aku hanya mencium peti jenazahnya, bukan dirinya. Allahu Akbar..
Sampai di rumah duka, peti jenazah dibuka, subhanallah, allahu akbar, suamiku tersenyum di peti jenazah itu. Berulang kali aku mengusap wajahnya, dan air mataku kutahan dengan sekuat tenagaku. Aku menemaninya di dekat peti jenazah suamiku..
Pemakamanpun tiba, aku menemaninya hingga beliau dimasukkan ke dalam liang lahat. Dan itu untuk terakhir kalinya aku memandang suamiku tercinta, tetesan airmata membaasahi pipiku.. Aku tak mampu untuk berucap apapun kecuali lantunan doa untuknya untuk suami tercinta…
Aku pulang dari makam dengan langakh gontai, tetapi aku ingat anakku…
Selamat Jalan suamiku tercinta, semoga Allah mengampunimu.. engkau pergi ke Thailand dalam rangka menuntut ilmu dan menyebarkan ilmu, dan juga memperjuangkan keluargamu dan masa depanmu. Banyak yang mengatakan engkau syahid suamiku, karena engkau meninggal tenggelam.
Suamiku tercinta, selamat Jalan…Semoga Allah mengampuni dosa-dosamu, melapangkan kuburmu, menerangi kuburmu, dan menjadikan kuburmu sebagai bagian dari taman surgaNya.. Aku sangat mencintaimu suamiku..
(Semoga Allah memberikan kekuatan kepada saya dan putra saya untuk melanjutkan perjuangan demi ridhoNya..) Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya …